Mengubah Pola Pikir Terhadap Santapan Demi Kelangsungan Bahan Pangan

Belakangan ini muncul berbagai ide dalam bentuk acara serta diskusi bertemakan kelangsungan bahan pangan. Bukan sekadar isu yang menarik, namun memang perlu untuk diperhatikan. Kalau kita terus mengonsumsi tanpa memikirkan sustainability-nya, apa yang akan kita dan anak-anak kita santap di masa yang akan datang?

Pernahkah kamu memikirkan dari mana asal bahan-bahan makanan yang kamu santap? Selain penting karena ini berkaitan dengan kesehatan, ini juga terkait dengan masa depan kamu. Masa depan kita semua.

Kemarin, Minggu (1/10), saya diundang menghadiri acara santap menyantap berjudul #KrossKulture – sebuah proyek kolaborasi antara Arumdalu Lab dengan Chef Fernando Sindu, Jendela.co, Fullfill dan Kandura Studio. Arumdalu Lab adalah ruang komunitas kreatif yang mengedepankan alam, dan merupakan bagian dari Arumdalu Private Resort di Belitung. Berlokasi di BSD, di area seluas 1 hektar ini terdapat area kebun organik, dapur hingga ruang berkumpul. Hijau, dan menarik. Bukan sekadar karena tampilannya, tapi karena fungsinya yang membuat saya yakin bahwa kita masih punya masa depan. Sedangkan Chef Nando adalah penggerak sejumlah resto ternama – sebutlah Benedict, Seven Friday serta Canting Jogja. Jendela.co mendokumentasikan seluruh kegiatan, Fullfill sebagai branding agency, dan Kandura memamerkan kecantikan piring keramik buatannya. Ide dari Kross Kulture ini adalah menggabungkan berbagai sektor untuk memikirkan masa depan bahan pangan di Indonesia. Kewl, ey?

Dibuka dengan aneka gorengan berbasis dedaunan dari kebun Arumdalu Lab yang disajikan dengan sambal tomat bercitarasa manis pedas bertekstur jelly-ish. Lantas berlanjut dengan kulit ayam goreng garing yang disajikan dengan homemade mayonnaise, bubuk kembang telang, bubuk daun kenikir serta bubuk electric daisy. Ayamnya diternakkan di tempat ini, pun kuning telur yang digunakan untuk membuat mayonnaise juga dihasilkan di lokasi yang sama! Saya terpikat oleh dua bubuk yang terakhir saya sebutkan. Kenikir, karena cukup tajam sehingga memberikan rasa yang khas di tengah nikmatnya kulit ayam nan renyah. Sedangkan electric daisy memberi sensasi kebas layaknya sesaat setelah mengecap andaliman.

Siapa tak kenal Sate Taichan? Sate ayam berbumbu minimalis itu hadir juga di acara ini. Potongan fillet paha ayam ditusuk dahan pohon jeruk, disajikan dengan sambal pedas yang rasanya mantap luar biasa, peanut butter serta garam. Daging ayamnya juicy, legit alami, dengan penampakan lean namun bertekstur lembut. Guess what; ayam yang diternak sejak kecil ini diberi makan sweet basil. Makanya dagingnya terasa manis dan tidak amis!

Disambung lemper, yang konon beras ketannya dimasak dalam kaldu ikan. Isinya sendiri ada abon ikan patin, dan kemudian ditaburi serundeng gurih. Hey, ikan patinnya juga diternakkan di tempat ini!

Memasuki babak main course, kami disajikan Arumdalu Lab Salad. Yeap, salad dengan isian berbagai dedaunan serta edible flowers asal kebun sendiri, dengan dressing saus kacang asam pedas. Yang menarik adalah adanya popped sorghum di sajian ini. Tak terlalu terasa karena jumlahnya hanya sedikit. Tapi keberadaannya cukup mengundang decak kagum saya atas penggunaan bahan yang dulunya, “Ah, apalah dia”.

Disambung dengan sajian khas Jawa Tengah. Mangut. Ikan yang digunakan bukanlah iwak pe atau lele asap seperti yang layak ditemukan di daerah asalnya. Melainkan ikan patin. Disajikan di batok kelapa muda ditemani petai, kemangi serta leunca, saya dapat menikmatinya dengan ikut mengeruk daging kelapa muda yang legit. Kulit ikan patin garing pun menjadi highlight sajian ini!

Tinutuan alias bubur Manado pun kemudian ikut tampil. Selain jagung, ada daun singkong serta bunga pepaya di dalamnya. Disajikan dengan patin panggang rica, abon patin dan dabu-dabu. Ini juga enak! Tak kalah menarik; ayam kalio. Hadir dalam bentuk paha bawah utuh dengan cekernya, ayam isi ini sungguh nikmat. Bumbu kalionya well balanced, pun serasi dengan kentang serta ubi yang di-confit dengan minyak kelapa. Aromatik!

Mie Ayam menjadi penyempurna agar perut saya kenyang kali ini. Porsi sedang, dengan tumisan ayam, ati ayam serta jamur bercitarasa gurih – kayaknya nggak mungkin salah deh!

Setelah itu, sejumlah dessert pun hadir. Pengalaman yang cukup menarik ketika sesaat sebelum menikmati pencuci mulut, kami diminta untuk menggigit electric daisy lantas membasuh tenggorokan dengan “jamu” yang mereka buat. Kebas, tangy, sensasinya membuat lidah saya menari kejang. Menyenangkan.

Kembali ke obrolan awal, mengenai food sustainability. Mungkin kita bisa memulai dengan memilih lebih cermat bahan-bahan masakan kita. Lebih pandai memilah dan memilih – sehingga, tak saja sehat, namun juga merencanakan masa depan dengan baik.