Super Sunday Brunch – Not Your Ordinary Weekend Brunch!

Sudah pernah datang ke The Dharmawangsa Hotel untuk menikmati Super Sunday Brunch? Apparently, ini bukan sekedar Sunday Brunch biasa. Super Sunday Brunch, menurut Executive Chef The Dharmawangsa, Vindex Tengker, hanya diselenggarakan sebanyak 3x dalam setahun. Pantas saja, ketika saya melihat jajaran menu yang ditawarkan (ada lebih dari 120 jenis hidangan!!!), semuanya benar-benar jaw dropping! Mulai dari aneka caviar, foie gras, Peking duck, oyster, scallop, lobster, crayfish… Omaggah, omaggah!!! Belum lagi sederetan keju dari AOC “Chantal” artisan cheese. Duh, bikin panik saja :’D

mira-sahid-super-brunch1

Dalam kamus saya, kalau ada acara seperti ini, yang harus saya pilih adalah makanan-makanan yang tidak mudah saya dapatkan sehari-hari. Baik karena memang langka, atau karena harganya selangit. Hahaha… Jadi, pilihan pertama saya jatuh pada foie gras yang di-pan fried, kemudian disajikan di atas brioche toast, dengan tangerine glaze dan nanas yang di-caramelize. Foie gras ini dimasak sampai tingkat kematangan medium. Fatty, sekaligus creamy. Manis dan asam dari glaze dan caramelized pineapple bergantian menemani kemewahan yang perlahan lumer di lidah.
2013-10-27 12.21.43-1
Scallop berukuran semi-gigantik di jajaran fish & seafood station, tentu saja tak luput dari pandangan saya. Di piring yang sama, saya juga mengambil oyster, udang, lobster, serta crayfish. Tapi saya hanya mengambil sambal matah sebagai condiment. Itu pun nyaris tak tersentuh karena saya terlalu ingin meng-appreciate kesegaran seafood ini apa adanya.
2013-10-27 12.40.39
Di caviar station, produk dari Calvisius Caviar dengan varian Tradition, Da Vinci dan Caviar De Venise tentu saja menduduki peringkat teratas di lidah saya. Saya menyendoki secukupnya di atas wheat blinis yang tersedia. Selain itu, saya tetap mengambil ikura (telur ikan salmon) dan telur ikan ocean trout yang warna dan bentuknya mirip sekali dengan ikura hanya saja ukurannya sedikit lebih kecil. Tobiko (telur ikan terbang) saya lewatkan karena masih sering “ketemu” di restoran Jepang manapun. Hahaha… Sok banget ya? :p
2013-10-27 12.41.03
Dari boutique cheese, saya mengambil semua soft cheese dan menikmatinya hanya dengan beberapa keping kecil crackers. Duh, jangan tanya nikmatnya! Kebetulan, saya memang penikmat keju. Semakin tajam aroma dan rasanya, semakin lidah saya menikmatinya!
2013-10-27 11.12.08
Saya sendiri, bersama sejumlah food blogger (ada mas Amril Gobel, Jessica Darmawan, Leo Slatter, mbak Mira Sahid, Rian Farisa, Umay, Verdi Danutirto, mbak Yenny Widjaja, dan Ivan Natadjaja), dan juga ada mbak Santhi Serad, diundang oleh Omar Niode Foundation ke acara ini untuk berdiskusi tentang kuliner di Indonesia dan perkembangannya. Yayasan ini sendiri secara resmi dibentuk pada tahun 2009 untuk kemajuan agrikultur, kuliner dan budaya makan di Indonesia. Saya juga pernah ikut berpartisipasi di event Patali (Market) Day di lokasi yang sama, yang juga diselenggarakan oleh yayasan yang diprakarsai oleh ibu Amanda Katili Niode ini. Dari kedua event ini saja, saya paham benar bagaimana Omar Niode Foundation memang memiliki concern yang tinggi terhadap dunia kuliner dan turunan-turunannya. Coba cek website mereka www.omarniode.org untuk mengetahui lebih banyak mengenai kegiatan mereka. Follow juga @OmarNiode di Twitter!
[Special thanks to mbak Dian Anggraini, ibu Amanda Katili, Terzi Niode & Amanda Cole]

Trip to Ubud with ACMI for UWRF (day 3)

IMG_6859
IMG_6870
Hari ke-3 di Ubud Writers & Readers Festival, giliran mbak Santhi Serad yang berbagi kisah tentang herbal. Hari itu, peserta kebagian nyicipin minuman kunyit asem yang segar banget. Satu hal tentang kunyit asem buatan beliau ini; rasanya konsisten. Mild banget; jadi bagi yang nggak terbiasa dengan kunyit pun, pasti akan dengan mudah “menerima” minuman ini. Masih di sesi yang sama, kami juga diberi kesempatan menyicipi Sup Kenikir dan Urap Pegagan.
IMG_6867
IMG_6877
Urap dengan isi cacahan daun pegagan, irisan mangga muda, bawang merah, rawit, udang, kacang tanah goreng yang dikucuri perasan jeruk nipis ini sukses bikin saya dan team ACMI lainnya ketagihan. Segar dan nikmat bukan kepalang! Sekadar info, daun pegagan ini juga dikenal dengan nama “brain food” karena khasiatnya yang meningkatkan fungsi otak. Tanaman dengan nama Centella Asiatica ini juga dikenal sebagai anti lepra dan penyembuh luka, dan sebagai antiseptik. Sudah berkhasiat, enak lagi! :)
IMG_6881
Kelar sesi, kami kemudian menuju Pomegranate Café. Dari tempat mobil parkir, kami harus berjalan kaki menempuh jalan kecil menanjak sejauh ratusan meter membelah sawah. Pemandangannya bagus. Pomegranate ini tempatnya sederhana. Beratapkan semacam kain terpal tipis. Di siang hari, tempat ini memang jadi panas sekali. Saat itu sih, agak jarang ada angin. Tapi di luar itu, pemandangan hamparan sawah hijau jelas menyejukkan mata. Dan makanan-makanan yang kami pesan, semuanya enak.
shiraae misshotrodqueen_on_Instagram
Saya memesan shirae. Isinya ada kacang panjang, wortel, sayuran hijau dan jamur kikurage, dengan dressing berupa silk tofu yang dihaluskan dengan wijen. Enaknya bukan kepalang; nagih! Eh, menu ini juga memberi saya ide buat bikin versi mudahnya yang lebih sederhana. Dari situlah lahir hashtag #MasakYuk di timeline twitter saya @missHOTRODqueen :D
Kelar makan, seluruh rombongan menuju Neka Art Museum. Siang itu oom William Wongso dijadwalkan sebagai speaker dalam diskusi bertajuk “Master Chefs & A Mistress Of Spice” bareng Chef Wan dan Farah Quinn. Nggak banyak yang bisa saya ceritakan tentang diskusi ini karena saat itu saya tidak ikut masuk ke area diskusi untuk menyimaknya.
Petang hari, saya dan Adith (Dapur Cokelat) menuju Don Antonio Blanco Art Museum untuk ikut menyaksikan screening “Jalanan”, sebuah film semi dokumenter yang disutradarai oleh Daniel Ziv. I was stunned for almost 2 hours! Saya nggak nyangka film dokumenter bisa jadi sebagus dan semenarik ini. Beberapa quote dari para pemeran utama yang merupakan musisi jalanan itu begitu mengaduk perasaan; membuat saya antara ingin tertawa tapi di saat yang sama juga tertohok pedih. It’s a must-watch one; seriously!
Usai screening Jalanan, saya, Mila & Mbak Nita menyusul oom William & kang Motulz ke Bebek Tepi Sawah untuk makan malam. Bebek gorengnya masih enak seperti terakhir kali saya mengunjungi tempat ini. Dan sambal matah dicacah halus selalu berhasil membuat saya mengacungi jempol biarpun di sini bukanlah sambal matah terenak di Bali :p
Oh, well, 3 hari kegiatan ACMI di UWRF ini ngasih saya banyak ilmu; seperti biasanya. Mau ikutan di kegiatan-kegiatan ACMI lainnya? Like fanpage ACMI di Facebook, dan follow di Twitter & Instagram-nya ya ;)

Trip to Ubud with ACMI for UWRF (day 2)

Ooops, sudah terlalu lama ya rupanya sejak terakhir saya menceritakan kegiatan ACMI di Ubud Writers & Readers Festival day 1 waktu itu. Hmmm.

Image

Hari kedua, adalah giliran Rahung yang sharing tentang masakan Batak. Koki Gadungan yang kerap dipanggil “Tattoo Chef” oleh oom William Wongso ini memang asalnya dari Sumatra Utara. Saya mengenalnya sudah cukup lama, dan memang mengakui bahwa masakan-masakannya luar biasa nikmat. Sekadar info saja, di awal perkenalan kami, saya sudah mencicipi sambal nanas teri andaliman dan gulai lele asap buatannya; dan langsung ketagihan. Nah, hari itu Rahung sharing tentang pembuatan arsik ikan mas dan sayur daun ubi tumbuk. Peserta yang kebanyakan dari warga negara asing, menyimak dengan seksama. Menarik sekali karena Rahung juga berbagi cerita mengenai sejarah di balik kuliner Batak ini. Ia pun menceritakan bahwa sejak masuknya agama Islam ke Sumatra Utara, ada pengaruhnya juga ke kuliner Batak; yaitu, mulai banyak makanan-makanan halal dengan pengaruh dari Aceh & Sumatra Barat. Misalnya gulai bebek, yang hari itu juga dibagikan kepada peserta. Biarpun penyampaian Rahung dalam bahasa Inggris tidak bisa dibilang lancar, ia membuat kami semua tertawa atas ucapannya, “If you don’t understand my English, it’s not my fault. It’s your fault that you can’t speak bahasa Indonesia.” :)))
ImageImage
Image
Sesi ke-2 diisi dengan oom William Wongso yang berbagi cerita mengenai tempe. Bermodalkan materi foto-foto hasil jepretan beliau melalui projector ke screen, oom Will membuat suasana sharing begitu interaktif dengan berbagai tanya-jawab yang tak henti. Peserta dapat melihat tempe kedelai, tempe benguk, dan tempe gembus. Mereka juga mencicipi kering tempe, dan sambal tempe dalam daun pohpohan. Seorang peserta asal Australia juga sempat berbagi cerita tentang tempe yang dibuat dari kacang lupin. Saya pun sempat menyicipi tempe lupin goreng. Warnanya lebih kuning, dengan tekstur yang nyaris tak ada bedanya dengan tempe kedelai. Kalau mau tahu lebih banyak tentang kacang lupin ini, ada baiknya kamu tanyakan pada ketua ACMI, mbak Santhi Serad ;)
Image
Kelar acara, kami semua pintong (pindah tongkrongan :p) ke Seniman Coffee di Jl. Sriwedari, Ubud. Sebelumnya saya sudah pernah ke sini, diajak oleh Robi & Lakota dari Navicula. Tapi waktu itu saya hanya memesan veggie juice, karena basically saya memang bukan peminum kopi. Sore itu, sama seperti sebelumnya, saya kembali memesan juice. Tapi Dave & Rodney, pemilik Seniman Coffee, sibuk memberikan coffee tester buat kami. Nggak mungkin kan saya tolak. Dua orang ini, juga para barista yang ada di sana, tak pelit ilmu menceritakan tentang serba serbi kopi. Jadi saja, kami sibuk menyimak sambil terus menerus meneguk berbagai kopi dengan berbagai teknik brewing-nya. Sempat juga lho nyicipin coffee liquor yang mereka buat sendiri. Oh, jangan tanya, yang ini sih langsung disambut manis oleh saya, mbak Santhi & mbak Nita! Hahaha :D
Kalau kamu ke Ubud, mampir deh ke tempat ini. Perhatikan juga interiornya dan perangkat makan/minumnya yang unik… Bikin jatuh hati!